KONSEP PEMIKIRAN IKHWAN AS-SHAFA
A. Biografi
Ikhwan As-Shafa
Ikhwan as-Shafa adalah
suatu
perkumpulan rahasia yang bergerak dalam lapangan ilmu pengetahuan, walaupun
kadang-
kadang seakan-akan organisasi ini bertendensi politik, sehingga
ada
orang yang
beranggapan
bahwa ia
merupakan salah satu dari
ormas
kaum Syi`ah yaitu adanya imam yang tersembuyi.
Kendatipun
demikian Ikhwanus-Shafa
mempunyai pendapat
ilmiah
yang tersendiri dalam soal politik, dimana
mereka lebih condong
kepada
pendapat Plato yang mengatakan, bahwa yang
lebih
berhak memegang
kendali pemerintah
ialah
para ahli fikir (filosof).128 Organisasi ini antara lain
mengajarkan
tentang
dasar- dasar agama
islam yang didasarkan pada persaudaraan islamiyah (ukhuwawah
islamiyyah), yaitu
suatu sikap
yang memandang iman seseorang muslim tidak akan sempurna kecuali
ia
mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.129
Menurut
pendapat
yang dikutip Muniron dalam
bukunya satu hal yang memang tampaknya menjadi kebijakan Ikhwanus- shafa,
adalah merhasiakan keberadaan
dan
identitas
diri atau
Sesuai dengan namanya, “Ikhwanush-Shafa”
justru asas
utama berdirinya organisasi ini ialah persaudaraan yang dilakukan secara
tulus ikhlas, kesetiakawanan
yang suci murni
serta saling menasehati antara
sesama anggota organisasi dalam
menuju ridha Ilahi.131 Berkaitan dengan penempatan ” tempat” asal kemunculan dan
sentral aktifitas
(gerakan) Ikhwanus-Shafa dapat dikatakan bahwa hingga sekarang
masih
terjadi perdebatan
dikalangan para ahli. Meskipun demikian, sungguh telah
ada
semacam kesepakatan
dikalangan para sarjana perihal peran
penting
dua kota
metropolis: Bashrah
dan
Baghdad.132Pusat kegiatan mereka di kota Basrah,
tetapi
di Baghdad
terdapat cabang dari kelompok rahasia itu.133 Dalam hal ini dapat kita
katakan simpulkan bahwa
kotaBashrah
adalah sebagai asal dan pusat gerakan Ikhwanus-Shafa
dan kota baghdad sebagai cabangnya dari kegiatan ikhwanus shafa.
Adapun mengenai kemunculan Ikhwanus Shafa
ini
diperkirakan “pada pertengahan kedua abad ke-4 H/10M, tepatnya sejak tampilnya
dinasti Buwaihi menjadi pengendali kekuasaan
politik Abbasiyah".134 Dalam mengembangkan organisasi, mereka mempunyai cara yang halus untuk menambah
Ihkwanus-Shafa mempunyai jenjang-jenjang tertentu dalam
penyebaran misinya
sebagaimana yang
dikutip Muhammad Jawwad Ridla dalam bukunya dimana
jenjanganya
itu
terdiri atas empat tingkatan yaitu:
1. al-Abrar al-Ruhama` (yang baik-pengasih) yaitu anggota kelompok yang berusia 15 tahun-an. Mereka mempunyai
karakteristik jernih
jiwa, murah hati, manis
kata
dan
cepat paham.
2. al-Akhyar al-Ruhama` (yang terpilih-mulia) yaitu anggota kelompok
yang berusia 30 tahun-an. Mereka
bercirikan
concern terhadap Ikhwan, murah hati, lembut, santun dan peduli
pada Ikhwan.
3. al-Pudlala` al-Kiram (yang mulia-Terhormat)
yaitukelompok
yang
berusia
40 tahun-an. Mereka ini bercirikan otoratif direktif, pemersatu atas
pertentangan yang ada dengan cara bijak santun dan rekonstruktif.
4. al-Balighun Malakutallahi(yang telah mencapai Malakut Allah)
yaitu anggota kelompok yang berusia
50 tahun- an.Mereka ini bercirikan kepasrahan total, keteguhan jiwa
Adapun mengenai nama-nama
pemuka dan
pemikir
ikhwanush-Shafa diantaranya adalah:
1.
Abu Suliman Muhammad Al-Busti
2. Abu Hasan Ali Az-Zanjani
3. Abu Ahmad Al-Mahrajani
4. Al-Aufi
5. Zaid bin Rifa`ah
Ada sebagian peneliti yang mengatakan, bahwa diantara
pemuka
organisasi ini termasuk Abu Hayyan At-Tauhidi,
berhubungan karena beliau
lebih
banyak
mengenal tokoh-tokoh Ikhwanus-Shafa ini. Dan ada juga yang memasukkan Abu Al-
Ala Al-Ma`arri sebagai orang terkemuka di organisasi
ini, beliau
pernah menulis puisi-puisi yang
didalamnya terdapat kata-kata
“Ikhwanush-Shafa”, namun yang
jelas, bahwa diakhir
usia Abu Al-Ala
ia hidup secara
menyendiri di ma`arrah, hidup dalam
keadaan buta
dan
miskin (Rahinul-mahbasain) dalam keluhuran budi
dan kezuhudan.137
Pertemuan-pertemeuan yang diselenggarakan
kelompok ikhwanus
shafa
ini menghasilkan
karya
tulis
sebanyak
52 risalah
yang
mereka namakan dengan
rasa‟il Ikhwanus Shafa.138 Mereka merahasiakan nama-nama
mereka himpunan risalah ini menggambarkan filsafat islam yang sudah mencapapai puncak
meliputi segala macam ilmu pengetahuan yang masyhur pada masa itu.
Terdapat didalamnya teori-teori dasar
asal muala kejadian
alam semesta seperti materi (hiyuli), bentuk (sahuroh) hakikat
1. 14 risalah
tentang
matematika, yang mencakup giometri,
astronomi, musik, geografi, seni, model, dan logika.
2. 17 risalah tentang Fisika dan ilmu alam, yang mencakup
geneologi, mineralogi, botani, hidup dan matinya alam, senang sakitnya
alam,
keterbatasan
manusia,
dan kemampuan kesadaran.
3. 10 risalah tentang ilmu jiwa, mencakup metafisika,
pythagoranisme dan kebangkitan alam.
4. 10 risalah tentang ketuhanan, meliputi kepercayaan dan keyakinan, hubungan alam
dengan Allah, akidah mereka, kenabian dan keadaannya, tindakan rohani,
bentuk
konstitusi
polotik, kekuasaan Allah, magic dan azimat.140
B. Konsep Pendidikan Ikhwanus Shafa
Menurut ikhwan, aktifitas pendidikan dimulai sejak sebelum
kelahiran. Sebab, kondisi diri
bayi dan perkembanganya sudah
dipengaruhi oleh keadaan kehamilan dan
kesehatan ibu yang
sedang
hamil. Dengan demikian, perhatian pendidikan harus sudah
diberikan
sejak
janin
dalam rahim, karena
“janin berada
dalam
rahim
itu selama
sembilan
bulan itu,
agar sempurna bentuk dan kejadiannya. Setiap orang berakal
mengetahui
bahwa
Jadi jelas dalam hal ini menurut pendapat diatas mengenai
konsep pendidikan menurut Ikhwanus Shafa bahwa pendidikan itu harus diberikan sejak bayi masih di dalam
kandungan. Kaerna hal tersebut memberi pengaruh positif terhadap pertunmbuhan
dan perkembangan intelektual dan kejiwaan janin.
1. Cara mendapatkan pengetahuan142
Akal manusia selalu bekerja untuk menciptakan
ilmu
dan keterampilan. Ilmu yang dihasilkan oleh kegiatan akal itu
merupakan
bentuk
dari sesuatu yang diketahui oleh jiwa. Sedangkan
keterampilan adalah
bentuk dari kegiatan
daya
fikir yang
menjelma ke
alam materi. Untuk
mencapai
pengetahuan perlu ditempuh tiga jalan:
a. Pengindraan terhadap objek b.
Pemikiran
c. Argumentasi.143
Dalam hal ini dapat dijelaskan
bahwa untuk memperoleh suatu
pengetahuan maka
ada
tiga proses yang
dilalui yaituPertama melihat objek dalam hal ini manusia
melihat benda-benda atau objek disekitar. Keduaberfikir
beda dengan hal ini manusia mempunyai akal sedangkan hewan tidak
mempunyai akal. Ketiga argumentasi atau menyimpulkan setelah melihat dan memikirkan
barulah
dilakukan
penyimpulan
terhadap suatu
objek tertentu tahap ini adalah tahap yang tertinggi dalam mendapatkan ilmu.
Berbeda dengan
teori pengetahuan
Plato, Ikhwan as- Shafa menganggap semua pengetahuan
berpangkal pada
cerapan indrawiah. “Banyak
para pakar yang
berpendapat bahwa
pengetahuan-pengetahuan itu bertumpu
pada premis- premis
rasional. Mereka menganggap al-ilm (aktifitas mengetahui) sebagai pengingatan ulang, dengan berpijak
kepada teori pengetahuan Plato, padahal sebenarnya
tidaklah seperti itu.144 Semua ma`rifah
(pengetahuan)
merupakan
perolehan (muktasabah) bukan bawaan
(fithriyah). Pengertian
dasar (ma`rifah badihiyah) seperti
pernyataan. ”Seluruh adalah
lebih
besar dari bagian-
bagiannya”.
Semata-mata tanggapan-tanggapan indrawi pada
bagian-bagianya
( juziyyat) yang berhimpun lewat panca indra.145
Pada bagian lain ikhwanus
shafa berpendapat bahwa pada
dasarnya semua
ilmu
pengetahuan harus diusahakan
(muktasabah), bukan dengan
cara
pemberian tampa
usaha. Ilmu yang
didapat dengan
mempergunakan panca indra. Dalam hubungan ini organisasi berpendapat bahwa semua yang terlukis dalam pemikiran itu bukanlah sesuatu yang
hakikatnya telah ada dalam pemikiran, melainkan lukisan
kiriman dari panca
indra. Jadi bukan karena adanya ide
dalam
pikiran.
Manusia pada mulanya tidak mengetahui
apa-apa, lalu karena adanya panca indra yang
mengirimkan
informasi, maka manusia dapat mengetahui sesuatu.
Pandangan seperti
ini
dihasilkan melalui penafsiran terhadap
ayat yang berbunyi:146
“Dan allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberikan kamu pendengaran, pengelihatan, dan hati
agar
kamu bersyukur. (Q.S. an-Nahl,16:78).147
Maka dalam hal ini dapat dipahami bahwa manusia
dilahirkan dalam keadaan
tidak
memiliki pengetahuan
sedikitpun tentang apapun oleh sebab itulah
manusia
diibaratkan seperti kertas putih
kemudian melalui potensi panca indaralah
manusia memperoleh
ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan
tidak
dapat diperoleh tampa usaha
akan tetapi
melalui
usaha.
2.
Tipe ideal guru
Sejalan dengan
pendapatnya yang
mengatakan bahwa
ilmu
itu harus diusahakan, maka dalam usaha tersebut memerlukan guru, ustaz atau muaddib.Nilai seorang guru
menurutnya bergantung kepada cara dalam menyempaikan
Perkumpulan ikhwanush-shafa membagi sumber pengetahuan kedalam empat
dimensi
yaitu:
a. Kitab suci yang diturunkan, semisal taurat, injil dan Al-
Qur`an
b. Kitab-kitab yang
disusun oleh
para hukama` (orang-
orang bijak) dan filosof, baik berupa matematika, fisika- kealaman, sastra dan filsafat.
c. Alam, yakni bentuk empiris
(phenomenom) segala
sesuatu sebagaimana adanya
d. Perenungan alam
semesta dan tata
aturan kosmiknya,
atau sering di sebut subtansi noumenon, ragam dan
macamnya serta kaitan Fungsionalnya dengan
kenyatan
empiris (phenomenom).149
C. Keistimewaan Pemikiran Ikhwanus Shafa Dalam Etos
Keilmuan
Keistimewaan ikhwanus shafa
ada
pada etos keilmuannya. Mereka
tidak
membatasi diri hanya
dengan
satu sumber,
melainkan
mereka
benar-benar mengamalkan
advokasi Nabi,
”Hikmah itu barang hilang orang mukmin, dia
akan
mempunyai pandangan yang
sangat
luas-menyeluruh
tentang sumber-sumber
pengetahuan (ma`rifah).150
Selain itu, ada keistimewaan lain
yang dimiliki ikhwanus
shafa, sebagai suatu keistimewaan yang paling menonjol. Mereka
menolak fanatisme, dan berpegang pada kebenaran berfikir keritis untuk
mencari kebenaran. Mereka menyeru pada
para pengikutnya agar
merela tidak
mengabaikan satu disiplin keilmuan pun, tidak bersikap antipati terhadap satu kitab pun, atau
bersikap panatik buta tergadap mazhab tertentu. Dengan
penetangan total terhadap fanatisme buta dan penerimaan penuh
terhadap keterbukaan
dan
kebebasan intelektual, mereka
mampu
mempengaruhi generasi
kurunya
untuk memahami
keragaman dan perbedaan pemikiran, serta
pluralitas
aliran
pemikiran dalam perkembangan dinamika keilmuan
dan akselerasi derap langkah kemajuan intelaktual
dan sosialnya.151
Kelompok ikhhwanus
shafa mampu memerankan
fungsi
strategis dalam sejarah gerakan
pemikir islam dan memberikan pengaruh
positif yang nyata terhadapnya, bahkan para sajarawan
kontemporer pun mengakui konstribusi besar
yang telah diberikan kelompok
ini dalam memacu perkembangan
pemikiran
islam, yaitu berupa:
1. Totalitas kelompok
ikhwan dalam menagabdi untuk kehidupan
intelekktual di abad ke empat hijriah, hingga
merekalah
yang paling
lantang dan fasih
berbicara
dalam
masalah ini.
2. Perintisan program penyusunan karya ensiklopedia pemikiran keislaman, yaitu dengan risalah-risalah populer
3. Pencerdasan dan pencerahan masyarakat luas melalui program pengajaran aneka rangam ilmu dan filsafat.152
D. Ciri-Ciri
Pemikiran ModernIkhwanus shafa
Adapun mengenai ciri pemikiran modren ikhwanus
sahafa
salah satunya adalah Al-Taufik
dan Al-Talfik, Kosmologi, Jiwa
manusia.
1.
Al-Taufik dan Al-Talfik
Pemikiran Al-Taufik (rekonsiliasi)
Ikhwanus
Shafa terlihat pada
tujuan pokok
bidang keagamaan
yang hendak dicapai, yakni merekonsiliasikan atau
menyelaraskan
antar agama dan filsafat dan juga antara agama-agama
yang ada.
Usaha
ini terlihat dari ungkapan mereka
pada syariah telah dikategorikan bermacam-macam kejahilan dan
dilumuri
berbagai kesesatan. Satu-satnya
jalan
membersihkannya
adalah filsafat.153 Jadi, dalam
hal ini Ikhwanus shafa mencoba untuk memadukan antara filsafat dengan agama. hal ini dilakukan untuk membebaskan
pemikiran-pemikiran
dari kesesatan.
Kesannya Ikhwanus Shafa
menempatkan
filsafat diatas
agama. Akan tetapi, sebenarnya bukanlah demikian. Mereka hanya
menempatkan
filsafat menjadi landasan
agama yang dipadukan dengan ilmu. Kesimpulan ini didukung dengan
pendapat mereka dalam pendapat agama. Menurut mereka ungkapan Al-Qur‟an yang berkonotasi indrawi
dimaksudkan agar cocok dengan
tingkatan nalar orang arab badui yang berkebudayaan bersahaja bagi orang yang memiliki
ta‟wil dan melepaskan diri
dari pengertian-pengertian indrawi.
Pada pihak
lain, talfik (rekonsilasi) mereka melakukan dengan
cara mengambil ajaran-ajaran filsafat yang tidak bertentangan dengan
ajaran islam.154Dalam hal ini orang yang sanggup
berpikir dengan cara memadukan antara
ajaran agama
dan
filsafat akan
menemukan jawaban atau
jalan
keluar dari permasalahan-permasalahan yang
mereka hadapi.
Usaha dari penjelasan Al-Taufik yang tadi, akan menghasilkankesatuan filsafat dan kesatuan
mazhab implikasinya akan menghasilkan apa yang
disebut Al-Talfik (eklektik), yang
memadukan pemikiran-pemikiran yang
berkembang
pada saat itu, seperti pemikiran Persia, Yunani
dan semua agama.155 Akan tetapi cara mengambil ajaran-
ajaran dari sumber manapun yang
mereka nilai benar saja
yang tidak bertentangan dengan ajaran agama islam.
2.
Kosmologi
Bagi para Anggota ikhwan, bahwa alam ini terjadi dari
satu
materi. Terjadinya keragaman
di alam ini disebapkan
oleh bentuk dari materi yang satu. Jadi materi itu
dapat saja
berubah
bentuk dan warna
dalam berbagai ragam, namun demikian
ia tetap zat yang itu juga. Demikian lah jagat raya ini beragam dalam bentuk
dan warna seperti yang
kita
lihat
dengan kornea mata kita setiap saat, tapi keragaman
pandangan mata itu tidak lain hanyalah kulit
lahir,
yang
Meskipun alam ini dijadikan
dari satu
materi, satu sama lain mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri, hal ini
terjadi apabila
ia telah mempunyai bentuk tertentu dan
dipengaruhi
oleh aksidensinya masing-masing.156
3. Jiwa Manusia
Jiwa manusia bersumber
dari jiwa
universal. Dalam perkembangannya
manusia
banyak dipengaruhi materi yang
mengitarinya. Agar jiwa tidak kecewa
dalam
perkembanganya, maka jiwa
dibantu
oleh akal yang merupakan daya bagi jiwa
manusia.157Pada mulanya
jiwa manusia itu adalah kosong, tetapi setelah indra itu berfungsi, mulailah ia menerima rangsangan dari alam sekitar. Semua rangsangan indrawi ini melimpah ke
dalam jiwa; pertama
sekali ialah memasuki daya
fikir
(al-quwa al-mufakirat), disisni ia diolah untuk selanjutnya disimpan kedalam rekoleksi atau
daya simpan (al-quwa al-hafizhat), akhirnya sampailah ia melalu
daya penuturan (al-quwa an-nathiqat).
Jadi manusia mempunyai lima kekuatan jiwa sebagaimana
ia mempunyai lima kekuatan
raga. Lima kekuatan
jiwa itu ialah:
a. Daya imajinasi (al-quwa
al-mukhayyat), letaknya
dibagian muka
b. Daya fikir (al-quwa al-mufakkirat), letaknya di tengah- tengah otak
c. Daya
simpan (al-quwa al-hafizat), letaknya
dibagian
belakang otak
d.
Daya ingat
(al-quwa az-zakirat),
Kelima daya inilah yang melakukan aktifitasnya dalam raga manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup.158
E. Implikasi
dan Relevansi Pemikiran Pendidikan
Ikhwanus Shafa di Era Gelobal
Sebagai konsekuensi formasi relasi (kaitan)
kompelementer dari konsepsi ikhwanus Shafa Ikhwanus tentang manusia,
pengetahuan, ilmu/program kulikuler dan
belajar
maka mereka membangun teori pendidikan yang komprehensif, dan gardual.159
Kelompok Ikhwanus Shafa secara
halus
mencuatkan
pengakuan mereka
tentang ragam potensi pisikomotorik, kognitif dan afektif pada
masing-masing
individu.160 Dalam hal ini pemikiran pendidikan Ikhanus Shafa
bisa dikatakan
sangat relevan dengan
pendidikan pada masa
sekarang yang mengutamakan tiga ranah yaitu
kognitif, afektif, dan
pisikomotor
disetiap aspek yang
diajarkan dalam kegiatan pembelajaran dikelas.
Ikhwanus sahafa menganggap kehidupan
sosial bersamaan ibarat
tatanan (sistem) fungsional-komplementer, dimana tiap- tiap potensi genetik-bawaan
yang dimiliki manusia merupakan alat-alat sistemik (sub-sub sistem) yang berfungsi spesifik demi tegaknya sebuah tatanan (sistem) tersebut. Namun tidak diragukan bahwa fungsi-fungsi spiritual
berada pada hirarki paling atas
dan mulia dinbandingkan fungsi-fungsi lainnya.161
Menurut ikhwanus shafa,
ilmu
itu harus difungsikan
untuk
Karena hanya dengan melalui pengenali diri sendirilah seseorang
bisa mengenal
Tuhanya.
Busayiri Madjidi yang
dikutif Maragustam dalam bukunya menjelaskan
bahwa beberapa
contoh
pokok pikiran mereka mengenai pendidikan
dan
pengajaran masih
relevan dengan pendidikan modern sekarang.
Diantaranya tujuan, kurikulum,dan metode pendidikan.
1. Mengenai tujuan pendidikan mereka melihat bahawa tujuan pendidikan haruslah
berkaitkan
dengan keagamaan. Tiap ilmu, merupakan
malapetaka bagi pemiliknya bila ilmu itu tidak
ditujukan
kepada keridhoan Allah dan kepada keakhiratan.
2. Mengenai kurikulum pendidikan tingkat akademis mereka
berpendapat agar dalam kurikulum tersebut mencakup
logika, filsafat,
ilmu
jiwa,
pengkajian kitab
ilmu jiwa
samawi,
kenabian,
ilmu
syariat, dan ilmu-ilmu pasti.
Namun yang lebih diberi perhatian adalah ilmu keagamaan
yang merupakan tujuan akhir
dan pendidikan(M. Athiyah al-
Abrasyi,1975).
3. Mengenai metode pembelajaran dia mengemukakan
perinsip: ”mengajar dari hal yang kongkrit dan
kepada
abstrak”. Berkata Ikhwanus shafa
dalam Rasaailnya: “Seharusnya
orang yang akan
mempelajarai dasar-dasar
segala yang ada (maujudat), ialah agar mengetahui dasar-
dasar
itu menurut hakikatnya maka pertama-tama supaya dia
mempelajari dasar-dasar itu menurut hakikatnya
maka
pertama-tama supaya dia mempelajari dasar-dasar segala
yang
konkrit yang dapat diraba. Dengan demikian akan terbuka pikiranya dan menjadi kuat untuk mempelajari
segala yang abstrak. Kerena pengenalan hal-hal yang
konkrit lebih banyak menolong bagi peserta didik pemula
untuk
memahami.
Metode pemberian
contoh-contoh menurut mereka sangat perlu dalam pengajaran. Anak-anak
akan
mudah
menerima pelajaran. Ikhwanus Sahafa sendiri
memperaktekkan
pemberian contoh-contoh dan misal-misal
dalam karangan-karangan
mereka (Rasaail) Ikhwanus
Shafa.163
4.
Perbedaan bakat
individual dan sebab-sebabnya
Ikhwanus Shafa berpendapat bahwa
anak-anak didik,
dapat menerima suatu kepandaian
bila sesuai dengan pembawaan mereka
masing-masing. Sementara
oarang yang
berbakat satu
macam kepandaian
atau beberapa
macam
kepandaian. Mereka dengan
gampang menerima kepandaian
itu
sampai
mencapai prestasi yang
tinggi. Dalam waktu
yang
sangat singkat sudah
diketahui dari pekerjaan
mereka, bahwa mereka betul-betul berbakat. Tapi ada pula orang yang memerlukan dorongan
yang besar dan upaya yang keras untuk mengejar suatu kepandaian, beberapa kepandaian, karena tidak sesuai
dengan
bakat pembawaanya, dan tidak
ada
bintang
yang memberi bekal pada
hari kelahirannya
lalu gagal. Dalam pada itu
terdapat pula
sebagian orang yang
sama sekali tak
mempelajari
kepandaian. Hal ini disebapkan
pada waktu kelahiranya
tak
ada bintang di buruj yang menyambutnya dan membekalinya dengan
suatu
bakat. Sekiranya pada
waktu kelahiranya terdapat salah satu
dari tiga bintang yang
menyambutnya tentulah dia punya bekal kepandaian yang
akan
dipelajarinya. keiga bintang itu ialah Mirrich (Mars), Kejora
(Venus) dan
Utaarid (Mercury).
Setiap
macam
dan kecerdasan. Bintang
Mars mempunyai gerak/lincah,
bintang kejora
(Zahrah) mempunyai sifat-sifat rajin (ketekunan) dan bintang Mercury mempunyai kepintaran.
Adapun empat benda di langit lainya, tidaklah memberi suatu kepandaian
profesional, tapi pekerjaanyang cocok
baginya. Empat
benda langit itu ialah matahari, bintang Zuhal
(Saturnus),
bintang Masytari
(Yupiter)
dan bulan.
Bila
kelahiranya
di sambut matahari dia tidak
punya
kepandaian karena
sombongnya, seperti halnya anak para
raja. Bila kelahiranya
disambut oleh
yufiter, dia tidak
akan belajar kepandaian
dan tidak
pula
tahu karena
zuhud dan wara`. Dia sudah
rela dan ikhlas menerima sedikit saja
dari kebutuhan
duniawi, dan perhatiannya besar kepada
akhirat. Seperti halnya
nabi-nabi dan
orang-orang yang mengikuti jejaknya. Bila
kelahirannya di sambut oleh bintang saturnus, maka dia tidak bekerja dan tidak belajar karena malas, dan tabiatnya yang
berat untuk bergerak. Dia sudah merasa senang dalam
kehinaan dan kemiskinan,
seperti halnya orang yang
meminta-minta.bila kelahiranya disambut oleh
bulan
yang berada di buruj (gugusan bintang) maka dia tidak
akan bekerja karena
rendah dan lembeknya
tabiatnya
dan
lemah pikiranya. Seperti hanya kaum wanita dan sebagian laki-laki yang menyerupai wanita
(Busyairi
Madjidi). 164 Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa
pemikiran ikhwanus shafa
ini masih relevan dengan dunia pendidikan
di era modren saat
ini
dan ini juga
masih
0 Komentar